Sejarah Awal Berdiri Lubang Jepang Di Kota Bukittinggi (Sumbar)

Diposting oleh Unknown on Minggu, 13 Oktober 2013

Sejarah Awal Berdiri Lubang Jepang Di Kota Bukittinggi (Sumbar) - Kota Bukittinggi merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini pernah menjadi Ibu Kota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Kota ini juga pernah menjadi Ibu Kota Provinsi Sumatera dan Provinsi Sumatera Tengah.

Bukittinggi sebelumnya disebut dengan Fort de Kock dan dahulunya dijuluki sebagai Parijs van Sumatra selain Kota Medan. Kota ini merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan Assaat yang masing-masing merupakan proklamator dan pejabat presiden Republik Indonesia.

Bukittinggi memang suatu kota dengan segudang keindahan alam, budaya, dan sejarah. Lubang Jepang salah satunya. Lorong bawah tanah yang pada masa lampau digunakan sebagai pertahanan bawah tanah serdadu Jepang ini sekarang dijadikan sebagai sebuah obyek wisata andalan Sumatera Barat.

Sebelumnya, Lubang Jepang dibangun sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang, dengan panjang terowongan yang mencapai 1400 m dan berkelok-kelok serta memiliki lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus terdapat di terowongan ini, di antaranya adalah ruang pengintaian, ruang penyergapan, penjara, dan gudang senjata.

Selain lokasinya yang strategis di kota yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan Sumatera Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini merupakan jenis tanah yang jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan gempa yang mengguncang Sumatera Barat tahun 2009 lalu tidak banyak merusak struktur terowongan.

Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini. Pemilihan tenaga kerja dari luar daerah ini merupakan strategi kolonial Jepang untuk menjaga kerahasiaan megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri dikerahkan di antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan Pulau Biak.

Lubang Jepang didirikan dari tahun 1942-1945 oleh penduduk-penduduk sekitar yang dipekerjakan secara paksa oleh serdadu Jepang. Di dalam lorong bawah tanah sepanjang 1,47 km ini, terdapat 21 lorong kecil yang sebelumnya menjadi lorong-lorong untuk keperluan benteng pertahanan, seperti lorong penyimpanan amunisi, bilik serdadu militer Jepang, ruang rapat, ruang makan romusa, dapur, penjara, ruang sidang, ruang penyiksaan, tempat pengintaian, tempat penyergapan, dan pintu pelarian.

Ketika ditemukan, diameter pintu masuk lorong ini berukuran 20 cm. Hanya sebesar lingkar tubuh serdadu-derdadu Jepang yang memang agak ramping. Setidaknya itu yang sering terlihat pada gambar-gambar di dalam buku-buku sejarah. Setelah ditemukan dan dipugar, diameter lorong sekarang berukuran 3-4 meter dan sudah dilengkapi dengan lampu neon di berbagai sudut dan sisi. Namun, dindingnya tidak mengalami perubahan. Dinding batunya bersekat-sekat yang dulu bertujuan untuk meredam suara (echo) agar tidak terdengar keluar. Guratan-guratan pukulan paksa dengan benda agak tajam pun masih terekam di sejumlah dindingnya. Konon, oleh Jepang, para tawanan Indonesia dipaksa menembus bebatuan Ngarai Sianok hanya dengan cangkul dan benda tajam lainnya.

Ketika masuk ke obyek wisata dengan luas hampir 2 hektar ini, pengunjung akan menuruni tangga sejauh 64 meter untuk benar-benar sampai di kedalaman 40 meter. Ketika sampai, pengunjung akan terlebih dulu menemui lorong yang dulu digunakan sebagai ruang penyimpanan amunisi di sisi kanan. Nantinya, pengunjung akan keluar dari lorong ini setelah puas berkeliling-keliling untuk kembali ke pintu masuk yang sementara juga berfungsi sebagai pintu keluar. Setelah bilik militer, di sisi kanan pengunjung akan menemukan lorong dengan fungsi yang sama. Nantinya, lorong ini akan dijadikan mini teater untuk menayangkan film-film sejarah yang berkaitan dengan penjajahan Jepang di Indonesia dan di ranah Minang secara khusus.

Setelah itu, pengunjung akan menemui sekitar dua lorong lainnya dengan fungsi yang sama. Salah satu lorongnya rencana akan dialihfungsikan menjadi tempat penyimpanan maket Lubang Jepang. Makin masuk ke dalam, lorong bertambah dingin dan lembap. Menghirup udara pun tak seleluasa seperti biasanya. Namun, perjalanan melintasi lorong ini belum selesai.

Tiba di ujung lorong pertama, kami menemukan pertigaan dan kami meneruskan perjalanan ke lorong di sebelah kiri. Lorong ini pun bercabang. Ada ruang sidang yang dulu digunakan serdadu untuk menghakimi pejuang pribumi ataupun masyarakat setempat yang membangkang. Terdapat pula sebuah cabang lorong yang nantinya akan dijadikan Museum Saintifik.

Menurut pemandu, awalnya pemda berencana membuat kafe di lorong ini, tetapi setelah Presiden SBY berkunjung langsung ke tempat ini, beliau meminta pemda menggantinya dengan sesuatu yang lebih bersifat ilmiah. Melangkah sejauh 5 meter ke depan, di sisi kanan terdapat lorong di sisi kanan yang dulu digunakan sebagai barak militer. Lima meter ke depan lagi di atas lorong utama tertulis "Pintu Pelarian" dengan secercah cahaya dari lubang berpagar yang ada di belakangnya sejauh 10 meter.

Sebelum tiba di lubang tersebut, terdapat lorong di sebelah kanan yang menghubungkannya dengan lorong lain. Lorong tersebut berujung di lorong penjara yang dulu digunakan untuk menawan musuh-musuh Jepang. Di sisi kanannya terdapat sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat dapur, lubang pengintaian di bagian atas, dan sebuah lubang kecil tepat di bawahnya yang dulu digunakan sebagai tempat penyimpanan mayat-mayat tahanan yang mati tersiksa di dalam penjara. Ujung lubang bermuara di Sungai Sianok.

Tempat ini tergolong mencekam karena terletak paling ujung dari lokasi Lubang Jepang. Jika melangkah lagi, pengunjung akan melewati lorong utama yang dulu dipergunakan sebagai lorong penyergapan. Di sepanjang lorong ini terdapat empat lorong yang mengarah keluar dan nantinya akan dipergunakan sebagai pintu keluar. Ketika tiba di ujung, pengunjung harus berbelok ke kanan, melalui lorong bekas barak militer. Di sisi kanan terdapat lorong-lorong yang di awal sudah dilewati. Perjalanan pun berakhir melintasi lorong bekas ruang amunisi dan lorong menanjak menuju pintu masuk.

Sepanjang lorong ada sejumlah CCTV yang rencananya akan diaktifkan. Selain itu, ada sekitar enam lubang yang disebut lubang angin. Satu akan difungsikan sebagai pintu masuk, sedangkan lima lainnya akan difungsikan sebagai pintu keluar. Rencananya pada tahun 2009 ini semua rencana dapat direalisasikan.

Pengalaman menyusuri Lubang Jepang meninggalkan kesan tersendiri. Perasaan takjub, miris, dan bangga bercampur aduk ketika menapaki setiap lorong dalam obyek wisata ini. Jika berkunjung ke Taman Panorama Ngarai Sianok, sempatkanlah menyusuri Lubang Jepang. Cukup menambah uang sebesar Rp 20.000 untuk pramuwisata atau pemandu yang akan memimpin perjalanan dan memberi penjelasan mengenai keseluruhan lorong bagi pengunjung.

Sumber :
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Lubang_Jepang_Bukittinggi
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bukittinggi
3. http://travel.kompas.com/read/2009/03/02/08142681/Lubang.Jepang..Saksi.Sejarah.di.Dasar.Tebing

Artikel Terkait
Kami akan sangat berterima kasih apabila anda menyebar luaskan artikel Sejarah Awal Berdiri Lubang Jepang Di Kota Bukittinggi (Sumbar) ini pada akun jejaring sosial anda, dengan URL : http://kolomsejarahdunia.blogspot.com/2013/10/sejarah-awal-berdiri-lubang-jepang-di.html?m=0

Bookmark and Share

0 komentar... Baca dulu, baru komentar

Posting Komentar